Tugas
ini dibuat semata-mata untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Jurnalistik
yang diampuh oleh Dosen Ari Ambarwati, M.Pd
Allah s.w.t. berfirman
dal Qs. Al Ahzab ayat 35, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,
laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar,
laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Al Ahzab:
35) Wanita merupakan makhluk yang memiliki berbagai "kemudahan" yang
tidak dimiliki oleh kaum lelaki. Wanita lebih mudah dan lebih berpotensi
menjadi ahli surga, demikian pula wanita lebih mudah dan lebih berpotensi
menjadi ahli neraka.
Hal ini sebagaimana
yang diungkapkan oleh Rasulullah s.a.w. bahwa mayoritas penghuni surga adalah
wanita, dan di kesempatan lain beliau menyatakan bahwa mayoritas penghuni
neraka adalah wanita. Kata kunci status itu terletak pada keiffahan diri wanita
dengan berbagai perspektif. Sabda pertama merupakan bentuk kabar gembira bagi
wanita yang mampu menjaga keiffahan dirinya, dan sabda kedua merupakan
peringatan bahwa wanita lebih berpotensi menjadi penghuni neraka jika tidak
menjaga keiffahan dirinya.
Dalam ayat di atas
terdapat 10 (sepuluh) karakter ideal wanita muslimah dalam upaya menyelamatkan
diri dari kelompok mayoritas di neraka. Dalam ayat ini, karakter-karakter
wanita disandingkan dengan laki-laki. Hal ini memiliki tujuan: 1. Penyebutan
wanita disandingkan dengan laki-laki menunjukkan bahwa wanita memiliki potensi
yang sama dalam pencapaian keimanan dan ketaqwaan, memiliki potensi spiritual
dan tingkatan aplikasi keagamaan yang sama dengan laki-laki. Hanya saja, wanita
memiliki sembilan kali lipat dari hawa nafsu laki-laki yang menyebabkan wanita
didominasi oleh hawa nafsu sehingga menutup potensi spiritualnya. Banyak sekali
tokoh-tokoh wanita yang memiliki kualitas ibadah yang sama bahkan mengungguli kaum
lelaki. 2. Pada umumnya, wanita memiliki tingkat pelaksanaan ibadah yang lebih
rendah dibanding kaum laki-laki. Oleh karena itu, suami yang baik diwajibkan
mengajak dan membimbing istrinya untuk melaksanakan ibadah yang ia lakukan. 3.
Adanya tuntutan kafa`ah (kesamaan kualitas) antara suami dan istri dalam
masalah ibadah. Oleh karena itu, keteladanan ibadah dari pihak suami menjadi
unsur urgent dalam memunculkan kafa`ah. 4. Kewajiban membentuk iklim rumah
tangga dengan nuansa nilai-nilai ketuhanan dan moralitas melalui sikap saling
memberikan berwasiat dalam kebaikan, saling membantu (tawa’un) dalam
pelaksanaan ibadah dan saling mengingatkan.
Iklim inilah yang akan
mendatangkan ampunan dan limpahan rahmat dari Allah s.w.t. sebagaimana
disebutkan di ujung ayat, “Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan
pahala yang besar.” Adapun kriteria wanita idaman Allah dan Rasul-Nya secara
jelas sebagai berikut: Pertama: Al Muslimaat (Wanita Yang Patuh dan Tunduk
Kepada Allah). Allah s.w.t. menempatkan kriteria pertama wanita yang diidamkan
oleh-Nya dan Rasul-Nya adalah muslimah yaitu wanita yang memiliki kepatuhan
diri secara utuh kepada Allah s.w.t., dan berupaya keras (mujahadah) dalam
mempertahankan keIslamannya. Keislaman merupakan gerbang pertama memasuki zona
Allah sebelum ia memaksimalkan potensi spiritualnya dalam meningkatkan derajat
keimanan dan ketaqwaan. Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w., "Islam adalah
bahwa kamu bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, kamu mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanan haji ke bait
haram dan berpuasa di bulan Ramadhan." Kedua : Al Mu`minaat (Wanita Yang
Beriman).
Keimanan merupakan
barometer kualitas keIslaman melalui pelaksanaan ibadah individual dan ibadah
social dalam kehidupan nyata. Iman adalah wadah, dan amal adalah isinya,
sehingga seseorang akan diberikan predikat Islam, Iman, fasiq, dan munafik
sesuai kepada isi wadah keimanan. Kalau kita ibaratkan iman dengan piring maka
amal adalah isinya, dan piring akan disebut sesuai dengan isinya, jika piring
itu diisi nasi maka disebut sepiring nasi, jika diisi dengan ubi maka disebut
sepiring ubi, jika diisi dengan kacang maka disebut sepiring kacang, apapun
bahan dasar piring tersebut dari kaca, keramik, atau Kristal maka ia tetap
disebut sesuai dengan isinya. Oleh karena itu, seorang wanita yang menjadi
idaman Allah s.w.t. senantiasa mengutamakan isi daripada penampilan luar, ia
selalu disibukkan melakukan amal kebaikan daripada mendandani diri dengan make
up.
Di masa permulaan
Islam, terdapat sosok wanita muslimah yang selalu mendakwahkan laki-laki kafir
yang hendak menikahinya untuk beriman terlebih dahulu, yaitu Ummu Sulaim bin
Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram r.a. Imannya tidaklah sekedar kata-kata
yang terucap dan Islamnya tidak seperti orang-orang Islam lainnya, tetapi ia
memahami arti keIslamannya berupa aqidah yang dipahami, diamalkan, dan
bertopang pada asas Islam, sifat tanggungjawab dan amanah ditunaikan kepada
orang lain. Suatu hari ia menghampiri suaminya dengan penuh rasa cinta, rasa
kasih dan keharmonisan untuk mengajaknya untuk masuk Islam tetapi suaminya
menolak, seraya bertanya, "apakah itu Shabut? Ummu Sulaim menjawab:
"Apa itu Shabut, tetapi aku telah beriman kepada laki-laki itu (Nabi
Muhammad s.a.w.). Ia terus berupaya agar suaminya tunduk kepada agama Allah dan
melepaskan diri dari kesesatan Jahiliyyah, namun selalu menolak, dan ia harus
tetap bersabar. Kemudian Ummu Sulaim menghampiri putranya yang bernama Anas,
lalu ia memulai menuntunnya mengucapkan syahadat, ia berkata: Ucapkanlah: Aku
bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah. Lalu putranya mengucapkan syahadat itu. Ketika
suaminya mengetahui kejadian ini, seraya berkata: "Janganlah kamu merusak
putraku". Ummu Sulaim menjawab: "Aku tidak merusaknya, tetapi itu
adalah salah satu tanggungjawab ibu di rumah." Akhirnya Ummu Sulaim terus
hidup bersama suaminya hingga akhirnya mati terbunuh dalam perjalanan menuju
Syam.
Setelah kematian
suaminya, Abu Thalhah datang untuk meminang Ummu Sulaim, namun ia menolak
pinangan itu. Kemudian Abu Thalhah yang masih kafir datang untuk kedua kalinya.
Namun Ummu Sulaim tetap menolak pinangan itu. Akhirnya Thalhah pun penasaran
ingin mengetahui alasannya, Ummu Sulaim berkata: Wahai Abu Thalhah, apa
pendapatmu tentang batu yang kamu sembah, atau kayu yang diukir oleh tukang
kayu untukmu, apakah ia bisa mencelakakanmu atau memberimu manfaat?".
Sungguh perkataan Ummu Sulaim merasuk ke dalam hatinya, dan ia berpikir
panjang. Lalu Ummu Sulaim melanjutkan perkataannya: "Oleh karena itu, aku
tidak mesti menikah dengan laki-laki musyrik, tidakkah kamu sadari wahai Abu
Thalhah bahwa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah itu dipahat oleh budak dari keluar
tukang kayu, dan jika kamu menyalakan api pastilah akan terbakar." Hari
terus berlalu dan Abu Thalhah terus merenungi ucapan Ummu Sulaim itu. Lalu ia
mendatangi Ummu Sulaim untuk ketiga kalinya, dan Ummu Sulaim membalas dengan
ucapan yang sama, lalu ia menemui Ummu Sulaim yang keempat kalinya, Ummu Sulaim
berkata: Tidakkah kamu sadari wahai Abu Thalhah, bahwa tuhan yang kamu sembah
hanyalah pohon yang tumbuh di bumi, lalu dipahat oleh budak bani fulan? Thalhah
menjawab: Benar!. Ummu Sulaim berkata: Tidakkah kamu malu bersujud kepada
sebatang kayu yang tumbuh di bumi lalu dipahat oleh budak dari bani fulan?
Apakah kamu ingin bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah, niscaya aku akan menikah denganmu tanpa mahar
selain itu?!! Abu Thalhah berkata: Berikan aku waktu untuk berpikir. Kemudian
Abu Thalhah pergi memikirkan tawaran Ummu Sulaim sampai ia menyakini keimanan
itu, dan terbuka hatinya menerima petunjuk, lalu ia datang kembali dan berkata:
"Aku bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad
adalah utusan Allah". Ummu Sulaim berkata kepada putranya: "Wahai
Anas, bangunlah dan nikahilah Abu Thalhah".
Demikianlah sebuah
pernikahan terjadi dengan mahar yang lebih mulia dari mahar seorang wanita
muslimah yaitu Keislaman Abu Thalhah. Inilah gambaran hakekat keimanan, dan ini
sebuah kesadaran yang benar bagi seorang muslimah. Inilah potret wanita
muslimah pendakwah yang konsisten di jalur dakwah, bertekad kuat dengan
aqidahnya dan ia tidak menerima pengganti aqidahnya hingga ia sampai kepada
puncak sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi s.a.w., “Sungguh jika Allah
memberikan petunjuk kepada seseorang karena sebabmu adalah lebih baik bagimu
daripada dunia beserta isinya.” (HR. Bukhari) Ketiga: Al Qaanitaat (Wanita Ahli
Ibadah). Kata 'qaanitat' berasal dari kata 'qanata yaqnutu qunuutan' yang
artinya taat. Sedangkan menurut imam Qusyairi dalam tafsirnya berpendapat bahwa
kata 'qunuut' Artinya 'thuulul 'ibadah' (lama beribadah). Sedangkan menurut
imam Fakhrurrozi dalam tafsirnya mengatakan bahwa kata 'qunuut' artinya
perpaduan antara keislaman dan keimanan yang menghasilkan rasa taat dan patuh
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dari definisi ini, seorang wanita dituntut
konsistensi dalam melaksanakan ibadah baik ibadah wajib ataupun ibadah sunnah,
karena Allah s.w.t. memberikan perintah secara tegas dan khusus kepada kaum
wanita untuk taat kepada Allah s.w.t. dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam
firman-Nya, "Dan barang siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri Nabi)
tetap taat kepada Allah dan rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya
kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan kami sediakan baginya rezki
yang mulia." (Qs. Al Ahzab: 31). Meskipun perintah ini bersifat khusus
kepada istri-istri Nabi s.a.w., tetapi substansi perintah bersifat umum untuk
semua kaum wanita sebagaimana menurut kaidah ushul fiqih: العبرة ليست بخصوص السبب
بل بعموم اللفظ "Substansi sebuah perintah tidak berdasarkan kekhususan
sebab tetapi keumuman lafazh." Keempat: Ash-Shadiqaat (Wanita Yang Jujur).
Yaitu wanita yang membiasakan kejujuran lisan, kejujuran hati, kejujuran
tindakan dan kejujuran sikap sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Refleksi jujur harus disertai dengan sikap pembenaran terhadap perkataan yang
dilontarkan atau perbuatan yang dilakukan, karena perkataan yang tidak disertai
pembenaran adalah kebohongan, dan perbuatan yang tidak disertai pembenaran
adalah kekufuran.
Hal ini sebagaimana
firman Allah s.w.t., "Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang
kepadanya? bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang
yang kafir?. Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya,
mereka Itulah orang-orang yang bertakwa." (Qs. Az Zumar: 32-33) Oleh
karena itu, wanita idaman Allah s.w.t. berupaya keras untuk tidak berkata
dusta, berghibah, mencaci, memfitnah dan lainnya karena sebuah itu adalah
bentuk perkataan yang pasti tidak disertai pembenaran dari lubuk hati. Kelima: Ash-Shaabiraat
(Wanita Yang Sabar Dan Pejuang). Kesabaran terbagi menjadi 3 (tiga) hal:
pertama, Kesabaran dalam menjalankan perintah Allah yaitu sabar dengan tidak
mengungkit-ungkit kebaikan yang dilakukan dan ketika mendapatkan rintangan,
ujian, dan cobaan dalam menjalankan ajaran. Kedua, kesabaran dalam meninggalkan
larangan Allah s.w.t. yaitu menahan diri berbuat dosa dan kejahatan meskipun
sesuai dengan keinginan hawa nafsu tetapi bertentangan dengan keinginan Allah
s.w.t. Ketiga, sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan kehidupan. Namun inti
dari kesabaran yaitu upaya mempertahankan keimanan agar tidak melemah akibat
dosa dan tidak hilang akibat ujian. Keenam: Al Khasyi’aat (Wanita Yang
Khusyu’). Khusyu' menurut bahasa berarti diam dan tenang. Menurut Prof. Dr.
Quraish Shihab bahwa khusyu' adalah kondisi khusus yang terdapat dalam benak
seseorang terhadap obyek khusyu'nya, sehingga yang bersangkutan mengarah
sepenuh hati kepadanya sambil mengabaikan yang lain.
Dalam ibadah shalat,
khusyu' adalah kondisi jiwa yang diliputi raya takut jangan sampai shalatnya
tertolak. Dalam membaca Al Qur'an adalah keasyikan jiwa yang disertai penjiwaan
terhadap kandungan ayat, sehingga ia terlelap dalam lantunan qira`ah dan
tadabbur Al Qur'an serta merasakan desiran ombak yang menghujam ke jiwanya.
Allah s.w.t. memerintahkan kepada para pembaca untuk menyempurnakan bacaannya
dengan tadabbur karena dapat membuat hati yang terkunci, Allah s.w.t.
berfirman, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati
mereka terkunci?". (Qs. Muhammad: 24). Abu Sayyar berkata: Amir bin Malik
Al Bahrani berkata, Di suatu malam aku menginap di rumah Munifah binti Abu
Thariq. Aku melihatnya selalu mengulang-ulang ayat ini dari awal hingga akhir
malam, yaitu firman Allah s.w.t., "Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi
kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada
di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah,
Maka Sesungguhnya ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Qs.
Ali Imran: 101). Ketujuh: Ash-Mutashaddiqaat (Wanita Yang Gemar Bershadaqah).
Bershadaqah merupakan salah satu perhiasan rumah tangga yang dilestarikan dalam
rumah tangga muslim, karena shadaqah akan menarik cinta Allah, cinta para
malaikat dan cinta manusia.
Rumah yang dihiasi
shadaqah senantiasa dipenuhi dengan naungan perlindungan Allah, keberkahan
dari-Nya, dan menambah keharmonisan rumah tangga. Terdapat ribuan fadhilah
shadaqah baik yang bersifat materil secara langsung ataupun non materil, oleh
karena itu, anggota rumah tangga khususnya istri harus menjadikan bershadaqah
sebagai "hobi". Dalam rangka memacu hobi ini, Rasulullah s.a.w
memberikan keleluasaan kepada istri untuk bershadaqah dengan memberikan makanan
kepada kerabat atau orang yang membutuhkan, beliau bersbada, "Apabila
seorang wanita berinfaq dari makanan yang berada di rumahnya, dengan tidak
menghabiskannya, maka ia akan mendapatkan pahala atas apa yang diinfaqkan itu
dan suaminya pun juga mendapatkan pahala atas usahanya mencari rezeki itu.
Begitu pula dengan
pegawainya yang memasak juga mendapatkan pahala yang sama, di mana
masing-masing tidak mengurangi pahala yang lain." (HR. Bukhari) Dalam hal
ini, terdapat 2 (dua) wanita yang patut diteladani oleh para istri orang mukmin
dalam bershadaqah, yaitu Aisyah r.a. dan Zainab binti Jahsin r.a.: 1. Aisyah
r.a. Abdullah bin Zubair, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat wanita yang
lebih dermawan dari Aisyah dan Asma’, dan kedermawanan keduanya berbeda.”
Adapun Aisyah lebih mengumpulkan sesuatu dan jika telah terkumpul maka ia
membagikannya, sedangkan Asma tidak pernah menahan sesuatu pun sampai esok
hari. 2. Zainab binti Jahsyin (Istri Rasulullah) Aisyah pernah bercerita ketika
seluruh istri Rasulullah s.a.w sedang berkumpul, beliau bersabda, "Di
antara kalian yang lebih dahulu bertemu denganku di hari kiamat kelak adalah
yang paling panjang tangannya." Lalu para isteri beliau saling mengukur
tangan siapakah yang paling panjang, setelah diukur ternyata tangan Zainablah
yang paling panjang di antara kami kami karena ia sering beramal dan bersedekah
dengan tangannya. (HR. Muslim 7/144) Kedelapan : Ash-Shaa`imaat (Wanita Yang
Gemar Berpuasa). Menurut Imam Baidhawi dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud
dengan puasa disini adalah puasa wajib yaitu puasa di bulan Ramadhan.
Alasannya, karena pelaksaan puasa sunnah bagi wanita yang sudah menikah amat
bergantung kepada idzin suami sehingga konteks kata ash-shaa`imaat disini
adalah puasa wajib. Sedangkan menurut imam Fakhururrazi dalam tafsirnya mengatakan
bahwa kata ash-shaa`imaat merupakan isyarat bagi orang-orang yang syahwat
perutnya tidak menghalangi mereka dari beribadah kepada Allah.
Penekanan pada puasa
wajib karena kaum wanita seringkali mengabaikan qadha puasanya hingga menunda
sampai bulan Sya'ban padahal ia bisa melaksanakan qadha puasa dengan segera,
karena tuntutan dalam pelaksanaan ibadah adalah segera. Selain itu pula, wanita
dibolehkan melaksanakan puasa sunnah selama tidak mengganggu hak-hak suaminya,
karena ibadah sunnah tidak dapat menggugurkan ibadah wajib atau ibadah sunnah
boleh dibatalkan jika menghalangi ibadah wajib. Sebagaimana yang dilakukan oleh
Aisyah r.a. yang seringkali melakukan ibadah baik ketika Nabi s.a.w. masih
hidup ataupun sudah wafat, sebagaimana penuturan Al Qasim, ia berkata: Adapun
Aisyah berpuasa sepanjang hari. Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah r.a.,
bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Jika seorang wanita shalat lima waktu,
berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya niscaya
ia akan masuk surga dari pintu-pintu yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban dan
Thabrani) Kesembilan: Al Hafizhaat (Wanita Yang Menjaga Kehormatan). Kemampuan
menjaga kehormatan diri dari perbuatan haram merupakan karunia besar dan nikmat
dari Dzat Yang Maha Mulia.
Ketahuilah, bahwa
kemuliaan seorang wanita diukur dari sejauh mana ia menjaga kehormatan dirinya
melalui cara berbusana, cara bertutur kata, cara berjalan dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, Allah s.w.t. dan Rasul-Nya memberikan perintah khusus yang tidak
dibebankan kaum laki-laki demi menjaga kemuliaan dan kehormatan wanita yaitu
memakai jilbab, tidak keluar kecuali dengan mahramnya, tidak melembutkan ucapan
kepada orang fasiq, dan tidak menghias diri seperti kaum jahiliyyah.
Sebagaimana firman Allah s.w.t., "Hai nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka
tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Qs. Al Ahzaab: 59) Makna Jilbab dalam ayat ini ialah sejenis baju kurung yang
lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Dalam ayat lain Allah s.w.t.
memerintahkan wanita untuk tidak melembutkan perkataan agar tidak menimbulkan
daya tarik orang-orang yang dalam hatinya terdapat penyakit, "Hai
isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik."
(Qs. Al Ahzaab: 32) Yang dimaksud dengan tunduk di sini ialah berbicara dengan
sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap
mereka. Meskipun secara tersurat ayat ini ditujukan secara langsung kepada
istri-istri Nabi s.a.w. namun secara tersirat substansi perintah berlaku untuk
semua wanita muslimah. Kesepuluh: Adz-Dzaakiraat (Wanita Yang Banyak
Berdzikir).
Dzikir termasuk ibadah
yang termudah karena tidak mengorbankan tenaga, waktu atau harta. Seorang
muslim dapat berdzikir tiap waktu dan tiap tempat, bahkan wanita haidh dan
nifaspun bisa melakukannya. Berdzikir adalah ibadah yang amat dicintai oleh
Allah s.w.t. dan memberikan ganjaran berlipat ganda, Dia memberikan ganjaran
yang tidak diberikan pada ibadah selainnya. Dzikir adalah ibadah tiap waktu dan
tiap tempat, bahkan tatkala seseorang mengadukan problem maksiat dan tidak
mampu untuk istiqamah, maka jawabannya: “ingatlah Allah”. Dalam membina rumah
tangga, suami dan istri harus memiliki kesamaan visi dalam membangun rumah
tangga idaman yaitu saling menolong dalam berdzikir. Rasulullah s.a.w.
memberikan kriteria ringan agar suami dan istri tergolong orang yang banyak
berdzikir, beliau bersabda, "Jika seorang laki-laki membangunkan istrinya
di malam hari untuk shalat malam, kemudian kedua melaksanakan shalat niscaya
keduanya tercatat sebagai laki-laki dan perempuan yang gemar berdzikir."
Dzikir dalam rumah
tangga adalah bahan bangunan yang akan mengokohkan bangunan rumah tangga penuh
dengan nuansa sakinah, mawaddah dan rahmah, jika bahan bangunan tersebut
terkikis akibat berhentinya dzikir maka sirnalah keharmonisan rumah tangga.
Hakim bin Muhammad berkata: Aku telah mendengar bahwasanya rumah-rumah di surga
dibangun dengan (bahan) dzikir, jika mereka berhenti berdzikir, maka para
malaikat berhenti membangun. Lalu malaikat ditanya dengan sebab berhenti
membangun, mereka menjawab, “Hingga datang bahan-bahan kepada kami.” Untuk itu,
meskipun seorang isteri memiliki kesibukan yang luar biasa dalam mengurusi
rumah tangga, namun janganlah melupakan diri untuk tidak berdzikir setiap hari,
luangkanlah waktu untuk berkomunikasi dengan Allah s.w.t. karena Dia
memerintahkan kepada isteri-isteri Rasulullah s.a.w. untuk menghiasi rumah
dengan membaca Al Qur'an dan membaca hadits Rasulullah s.a.w, "Dan
ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah
Nabimu). Sungguh, Allah Maha Lembut, Maha Mengetahui." (Qs. Al Ahzab: 34)
Itulah 10 (sepuluh) kriteria yang menuntun kaum wanita dan para isteri untuk
menjadi idaman Allah s.w.t. dan Rasul-Nya dengan menanamkan semua kriteria
tersebut dalam wadah keimanan.
Semua itu adalah
perhiasan sesungguhnya bagi kaum wanita, perhiasan yang menjanjikan kecantikan
lahir dan bathin dan kelak akan ditukarkan dengan perhiasan yang disiapkan
Allah s.w.t. di surga. Siapa yang tidak menggunakan perhiasan ini di dunia,
kelak ia tidak akan mengenakan perhiasan di surga kelak. Jadilah wanita idaman
Allah s.w.t dan Rasul-Nya. Allahumma Ihdinash shiraathal mustaqiim
Mengambil Materi dari : :
http://www.kompasiana.com/arman.rusman/kriteria-wanita-idaman-menurut-islam_55002108a33311377250fcdd