Tugas
ini dibuat semata-mata untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Jurnalistik
yang diampu oleh Dosen Ari Ambarwati, M.Pd.
Desa
Munyung Kelurahan Kwarasan Grogol Sukoharjo sebuah lokasi yang bisa dikatakan
masuk wilayah Solo Baru. Desa ini tidak sedikit orang yang melaksanakan tradisi
Mrocoti seperti di kebanyakan daerah yang masih kental dalam melaksanakan
tradisi Jawa. Ibu Marni contohnya. Ia melakukan tradisi ini karena menghormati
nilai-nilai yang diberikan oleh leluhurnya untuk tetap melestarikan tradisi ini
Tradisi
Mrocoti
Seperti
yang sudah penulis sampaikan di atas, masyarakat Jawa selalu dipenuhi oleh upcara-upacara
sepanjang hidupnya. Mulai dari dalam kandungan sampai orang tersebut meninggal
dunia. Upacara ini ditemukan dalam masyarakat Jawa, salah satunya yaitu terkait
kelahiran bayi. Siklus kehidupan ini sangat dihormati dan ditunggu-tunggu oleh
setiap pasangan suami istri. Ketika keluarga dikaruniai jabang bayi, berbagai
tradisipun akan diselenggarakan sebagai wujud rasa syukur. Upacara Mrocoti
dilakukan oleh calon ibu yang sudah mencapai umur kurang lebih 9 bulan. Mrocoti
dari kata procot, dalam bahasa Jawa artinya keluarnya segala sesuatu dari
lubang dengan cepat. Sang calon ibu berharap bahwa bayi yang dalam kandungannya
cepat keluar dalam keadaan sehat wal afiat. Tujuan dari upacara procotan
ini mengharap agar bayi yang akan lahir nantinya dapat keluar dengan
mudah dan selamat, tanpa gangguan apapun. Untuk itulah, harapan-harapan
tersebut tersimpan dalam tradisi mrocoti.
Sajian dalam tradisi mrocoti ini berupa jenang sum-sum. Jenang sum-sum terbuat dari tepung beras yang dimasak seperti bubur. Cara penyajiannya adalah dengan meletakkan dalam wadah dan diberi pisang utuh yang sudah dikuliti diatasnya kemudian dilumuri dengan jenang. Sehingga tampak pisang utuh tersebut tidak bisa dilihat karena tertutup dengan jenang. Sajian tersebut diletakkan dalam piring dan dibagi-bagikan kepada tetangga. Tradisi ini hampir mirip seperti bancakan.
Sajian dalam tradisi mrocoti ini berupa jenang sum-sum. Jenang sum-sum terbuat dari tepung beras yang dimasak seperti bubur. Cara penyajiannya adalah dengan meletakkan dalam wadah dan diberi pisang utuh yang sudah dikuliti diatasnya kemudian dilumuri dengan jenang. Sehingga tampak pisang utuh tersebut tidak bisa dilihat karena tertutup dengan jenang. Sajian tersebut diletakkan dalam piring dan dibagi-bagikan kepada tetangga. Tradisi ini hampir mirip seperti bancakan.
Di
Jawa, filosofi jenang sum-sum sebagai obat penghilang rasa. Seperti yang
disampaikan oleh Jumaidi, bubur sum-sum diartikan sebagai obat penghilang rasa
lelah. Dalam tradisi masyarakat Jawa, jenang sum-sum adalah tombo kesel (obat
capek). Setelah berbulan-bulan ibu mengandung anak dalam kandungannya, hal itu
pasti membuat penat dan rasa lelah. Para orang tua paham betul akan hal itu,
dengan dilakukannya tradisi mrocoti ini setidaknya mengurangi rasa sakit selama
kehamilan. Makanan mempunyai fungsi simbolik yaitu dalam artian terdapat arti
sosial, budaya, agama dan lain-lain.Dalam hal ini, tradisi mrocoti yang
membagi-bagikan jenang sum-sum kepada tetangga mempunyai peran bahwa makanan
dapat diartikan sebagai ungkapan ikatan sosial. Makanan bisa diartikan sebagai
sarana solidaritas kelompok. Simbolisme inilah yang dibawa oleh jenang sum-sum
dalam kaitannya dengan tradisi mrocoti.
Mengambil materi dari :
http:// http://nabilachafa.blogspot.co.id/2015/05/jenang-sumsum-dalam-tradisi-mrocoti.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar